Kamis, 05 Mei 2011

Pendidikan Karakter Mandiri

KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER MANDIRI

Mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Depdikbud-Balai Pustaka, 1996, kata karakter ini memiliki beberapa sinonim, antara lain: sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Akhlak sinonimnya adalah budi pekerti; kelakukan. Watak sinonimnya adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku.; budi pekerti; tabiat. Budi pekerti sinonimnya adalah sikap; akhlak; moral; kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin. Mental sinonimnya adalah batin dan watak. Mentalitas artinya keadaan dan aktivitas jiwa (bathin), cara berfikir, dan berperasaan.

Dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English, dalam Suparman Sumahamijaya (2003: 28) karakter adalah keadaan mental atau moral seseorang, masyarakat, bangsa dan sebagainya; kualitas mental atau moral yang membentuk seseorang, bangsa, dan sebagainya berbeda dari yang lain. 

Pengetian kata mandiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain. Kata bendanya adalah kemandirian yang artinya adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang lain.sinonim dari kata mandiri adalah berdikari, yaitu berdiri di atas kaki sendiri; tidak bergantung pada bantuan orang lain.

Dari pengertian di atas, Suparman (2003: 31) meyimpulkan bahwa pendidikan karakter mandiri adalah pendidikan yang membentuk akhlak, watak, budi pekerti, dan mental manusia agar hidupnya tidak tergantung atau bersandar kepada pihak-pihak lain, tidak bergantung pada bantuan orang lain. Pendidikan karakter mandiri bertujuan untuk insan-insan yang percaya kepada dirinya sendiri dalam mengerjakan sesuatu urusan. Karakter mandiri mendorong dan memacu seseorang untuk memecahkan sendiri persoalan hidup dan kehidupannya, sehingga dia termotivasi untuk berinisiatif, berkreasi, berinovasi, proaktif dan bekerja keras. Pendidikan budi pekerti mandiri memacu keberanian seseorang untuk berbuat atau bereaksi, tidak pasrah dan beku, tetap dinamis, energik dan selalu optimis menuju ke masa depan

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER MANDIRI

Pemuda Indonesia memerlukan karakter mandiri. Rakyat indonesia yang mencita-citakan derajat yang sama dengan bangsa lain di dunia ini, lebih butuh pemimpin yang mempunyai karakter. Sebab itu mendidika karakter mandiri perlu diupayakan secara optimal.

Seseorang yang berkarakter mandiri, setelah tamat sekolah ia akan menggunakan ilmunya untuk menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan uang. Sedangkan seorang yang bermental pegawai atau kuli, setelah menamatkan sekolahya, akan menggunakan ilmunya untuk mencari kerja, dan memboros-boroskan uang, serta bergantung kepada pihak-pihak lain. Dengan demikiansudah saatnya istilah siap pakai harus dikubur dalam-dalam, harus segera diganti dengan istilah siap mandiri. Sebab dalam kata siap pakai terkandung konotasi negatif, sedangkan pada kata siap mandiri terkandung makna positif. Siap pakai bersifat pasif, statis, dan bermental pengemis, sedangkan siap mandiri bersifat aktif, dinamis, kreatif dan produktif dan progresif.

Keberhasilan merupakan syarat untuk mencapai kemandirian. Tiada keberhasilan tanpa kerja keras, tiada kerja keras tanpa kemandirian, tiada kemandirian tanpa pendidikan dan pembentukan akhlak atau karakter mandiri.

KONSEP PEMBENTUKAN KARAKTER

Proses pembentukan karakter merupakan suatu perjalanan panjang. Diperlukan tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siapapun yang ingin membentuk suatu karakter, termasuk karakter mandiri.Ibnu Qayyim Alzauziyah mengilustrasikan suatu rangkaian proses yang menggambarkan proses pementukan karakter secara utuh. 

Proses pembentukan karakter harus diawali dari apa yang dilihat, didengar, dirasa, dan berbagai sarana perolehan informasi. Informasi-informasi yang dihimpun, data dan fakta yang dipotret akan menjadi kepemilikan seorang individu.  Kemudian setiap individu akan mempersepsi informasi yang diperolehnya. Informasi dalam berbagai bentuknya yang dipereh seorang individu secara berulang-ulang kemudian akan tersimpan di dalam memori. Penyimpanan data atau informasi di memori memungkinkan individu “recall” atau memanggil kembali informasi ketika dibutuhkan. Data atau informasi berupa audio, visual, audio-visual, dan kinestetik yang terseimpan lama di dalam memori akan menjadi pemikiran seorang individu. Dan pemikiran seorang individu akan mewarnai dirinya. Uraian di atas, yang meliputi tiga tahap (lintasan pikiran, ingatan, pemikiran) merupakan domain otak.

Pemikiran yang terus berulang-ulang dan berlangsung cukup lama kemudian akan turun ke dalam hati. Inilah yang disebut dengan domain hati. Tahap pertama dari  domain hati adalah gerak hati atau kata hati. Sesorang  akan memiliki kecenderungan tertentu sesuai dengan ingatan yang turun ke dalam hatinya. Kata hati ini menjadi potensi dasar yang meimbulkan intrnsitas peran hati yang lebih tinggi

Tahap ke dua dari domain hati adalah sikap. Kata hati yang telah lama terbentuk dan tertahan lama akan menjadi suatu nilai kebenaran bagi individu. Sistem nilai ini kemudian menjadi prereferensi dalam bereaksi atau beraksi.
Tingkat ketiga dari domain hati adalah tekad (azzam). Tekan merupakan sikap yang bertahan lama sehingga memunculkan keinginan yang kuat untuk mewujudkan sesuatu. Tahap ini merupakan yahan tertinggi dari domain hati. Azzam yang kuat akan  menimbulkan keinginan atau hasrat yang tinggi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Azzam yang terus tertanam akan turun ke domain amal.

Tahap pertama dari domain amal adalah munculnya suatu tindakan. Tindakan ini didorong oleh azzamyang kuat dari seorang individu. Sikap ini dilandasi oleh akumulasi proses psikologi sayng panjang dari mulai lintasan pikiran.
Tahap kedua dari domain amal adalah kebiasaa. Perbuatan seseorang yang diulalukan secara rutin atau terus menerus akan menimbulkan suatu kebiasaan atau habits. Dan padat tahap ketiga, kebiasaan yang terus menerus dan bertahan lama akan menjadi karakter dari seorang individu.

Berdasarkan uraian di atas, ternyata proses pembentukan karakter merupakan jalan panjang yang tidak mungkin ditempuh dalam waktu yang instant. Lebih dari itu, pembentukan karakter memerlukantreatment secara langsung maupun tidak langsung, dan berjalan dalam waktu yang sangat lama.
Berdasarkan proses pembentukan karakter di atas, pendidikan persekolahan memiliki peran yang sangat signifikan namun tidak absolut. Masih banyak hal-hal lain di luar pendidikan yang terlembagakan yang mempengaruhi pembentukan karakter individu.

PROSES PENDIDIKAN PEMBENTUKAN KARAKTER MANDIRI

Berdasarkan uraian tentang konsep pembentukan karakter di atas, kegiatan pendidikan harus sesuai dan memberikan warna pada setap tahap dari tiga domain, yakni akal, hati dan amal. Untuk membentuk karakter mandiri siswa, sebenarnya diperlukan pelajaran khusus yang berkenaan dengan pembentukan karakter mandiri, seperti kewirausahaan, sistem nilai kemandirian, dan sebagainya. Namun mengingat jam belajar siswa di sekolah sudah cukup padat, maka alternatif yang dapat diambil adalah dengan mengintegrasikan materi peklajaran yang ada dengan memunculkan muatan-muatan pembentuk karakter mandiri siswa. Berkaitan dengan sekuensial tiga domain di atas, maka untuk membangun karakter mandiri diperlukan tiga teknik yang merupakan suatu kesatuan. Teknik tersebut antara lain:
1.  Proses Pembentukan Akal Kemandirian
Proses pembentukan karakter mandiri berawal dari pembentukan kemandirian akal. Akal merupakan penentu awal dari pembentukan karakter. Untuk dapat membentuk akal mandiri, guru sebagai ujung tombak pendidikan harus melakukan hal-hal berikut ini:
  • Menjadi teladan dalam hal kemandirian bagi siswanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh atau keteladanan merupakan media pembelajaran yang paling efektif. Pengetahuan yang diberikan yang tidak terintegrasi dengan orang yang kepribadian guru akan mubadzir.Karena siswa lebih peka kepada apa yang dilakukan oleh gurunya dari pada apa yang disampaikannya.
  • Selain menjadi contoh, guru tentu harus menyampaikan pesan-pesan kemandirian dalam bentuk materi aja yang terintegrasi dengan mata pelajaran yang sudah ada. Materi-materi tersebut harus diberikan secara rutin sehingga menjadi kepemilikan pemikiran siswa.
  • Sejarah merupaan catatan masa lalu yang dapat diambil pelajaran. Siswa rata-rata menyukai sejarah. Dalam konteks pengembangan karakter mandiri, guru perlu menyampaikan sejarah atau profil orang-orang yang memiliki karakter mandiri. Dengan kegiatan ini, diharapkan siswa dapat lebih termotivasi untuk menjadi insan yang mandiri.
2.  Proses Pembentukan Hati Kemandirian
Inti dari proses pembentukan hati kemandirian adalah memunculkan kesadaran siswa untuk menjadi orang yang mandiri. Berkenaan dengan hal tersebut, seyogyanya guru melakuka aktivitas berikut:
  • Menggunakan stategi komunikasi pengajaran yang tepat dan relevan dengan dunia siswa. Di sini kemampuan guru dituntut untuk melakukan persuasif kepada siswa. Sehingga akan muncul kesadaran akan pentingnya karakter mandiri.
  • Mata pelajaran nilai sangat berperan dalam pembentukan hati kemandirian. Beberapa mata pelajaran yang dapat diintegrasikan secara tepat diantaranya adalah pelajaran agama, pelajaran moral, dan sebagainya.
3.  Proses Pembentukan Amal Kemandirian
Hal yang paling menentukan dari karakter mandiri adalah amal atau perbuatan. Tingkat ini merupakan puncak dan bentuk internalisasi kemandirian. Dalam konteks domain amal ini, guru harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
  • Memberikan treatmen yang membuat siswa melakukan perbuatan-perbuatan yang mencerminkan kemandirian.
  • Memberikan praktikum bentuk kemandirian seperti praktik berdagang, berproduksi dan sebagainya. Kegiatan seperti ini dapat dilakukan pada mata pelajaran seperti ekonomi, kerajinan, dan sebagainya.
Secara lebih komprehensif, gagasan-gagasan di atas dapat dijadikan sebagai bahan untuk menyusun disain sistem pengajarannya. Sehingga pembentukan karakter mandiri benar-benar dapat terpolakan dengan baik .

REFERENSI

Johnson K.A dan Foa L.J. (1989). Instructional Design. London: Collier Macmillan Publisher.
Sumahamijaya, Suparman et. all. (2003). Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa.
Sukmadinata, N.S. (1999). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tjiptono, Fandy. (2003). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit Andi

Selasa, 18 Januari 2011

Entrophy: Sebuah Penyakit Organisasi

Dulu, ketika penulis masih berstatus mahasiswa, dalam Mata Kuliah Pengembangan Organisasi, pernah mengkaji tentang penyakit-penyakit organisasi. Ternyata, dalam perspektif para ahli, sebut saja misalnya William A. Cohen (1993), seorang profesor dari California State University-Los Angeles pernah menyatakan bahwa organisasi tak ubahnya seperti makhluk hidup layaknya manusia, hewan atau tumbuhan, yakni memiliki penyakit. Jenis penyakitnya beragam, demikian pula kadarnya, ada yang ringan, sedang bahkan parah sehingga mengancam keselamatan ‘jiwa’ organisasi.
 Gejala awal penyakit ini ditandai dengan menurunnya loyalitas dan komitmen anggota terhadap organisasi. Selain itu, tingkat kohesivitas di antara organisasipun menurun, sehingga rentan terhadap perpecahan, tidak solid dan tidak adanya team work yang kuat. Gejala-gejala tersebut bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan menimbulkan ketidakharmonisan organisasi, baik antara individu yang setara atau horizontal, vertical maupun diagonal.
Akhir dari ketidakharmonisan antar anggota, ketidakpuasan, distrust lama kelamaan akan membuat anggota organisai mulai menarik diri, dan mencoba melirik organisasi lain yang lebih mapan serta dipersepsi memenuhi harapannya. Alhasil, anggota organisasipun mundur teratur, satu demi satu meninggalkan organisasi tersebut. Peristiwa satu persatu anggota yang meninggalkan  organisasi layaknya helai demi helai daun yang ‘berguguran’ dari tangkai atau pohonnya. Istilah ‘berguguran’ inilah kemudian dikenal dalam bahasa ilmiah di bidang biologi sebagai ‘entropy’ yang diadopsi menjadi nama penyakit organisasi yakni entropy.
Bila kita cermati berbagai organisasi yang ada, baik organisasi profit maupun non-profit, baik di organisasi yang telah mapan maupun organisasi yang baru berdiri, penyakit ini banyak bermunculan. Mungkin di antara pembaca ada yang bertanya, bagaimana upaya agar organisasi tidak terjangkiti oleh penyakit ini? Atau bagaimana cara mengobati penyakit tersebut?
Sesungguhnya, secara treatment yang diberikan untuk pencegahan maupun pengobatan tidaklah berbeda jauh, hanya saja tahapannya yang berbeda. Seperti halnya mencegah penyakit pada tubuh manusia, upaya pencegahan munculnya penyakit ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti closed communication atau one way communication, konflik organisasi, kepemimpinan yang otoriter, kurang peduli pada kebutuhan pegawai, tingkat kesejahteraan pegawai yang tidak memadai, serta tekanan eksternal organisasi yang sangat kuat. 

Selasa, 11 Januari 2011

Subang Gemilang

Tarma
Siapapun anda, profesi apapun yang dijalani, dan dimanapun anda berada, kampung halaman tetap memberikan kesan dan nostalgia yang indah tuk dikenang. Terlebih lagi bagi mereka yang berada diperantauan, di negeri orang yg dipisahkan oleh benua dan samudera.

Bicara tentang kampung halaman bagi para perantau membersitkan asa untuk pulang kampung. Namun ada kalanya, waktu, tenaga dan biaya yang terbatas memaksa kita untuk sementara menunda dan memendam keinginan tersebut. Namun dengan harapan tersimpan kuat suatu saat bila tiba waktunya akan kembali ke kampung halaman.

Dalam persepsi saya, pulang kampung bukanlah sekedar perpindahan raga dari satu wilayah ke wilayah asal kita, bukan pula sekedar menyambung kenangan lama dengan sanak saudara ataupun sahabat, melainkan pulang kampung untuk memberikan kontribusi yang nyata untuk kemajuan daerah asal kita. Memberikan sumbangsih pada kampung halaman yang telah membesarkan dan menjadi latar belakang diri kita yang sekarang beserta segala kesuksesan yang telah diraih. Tidak bisa dipungkiri bahwa kampung halaman telah membentuk karakter, kepribadian dan mentalitas kita, setidaknya dimasa-masa sedang pesat-pesatnya pertumbuhan psikologis kita. Kampung halaman telah memberikan konteks kehidupan pertama yang penuh makna.

Membangun kampung halaman, atau dalam hal ini Kabupaten Subang, merupakan panggilan jiwa bagi insan manusia yang merindukan perubahan kampung halamannya. Salah satu kebahagiaan dan obsesi kelompok manusia seperti ini adalah melihat Kabupaten Subang menjadi kabupaten termaju, bukan hanya di Jawa Barat, bahkan di Indonesia. Tentu perubahan yang besar harus dimulai dari niat yg ikhlas, usaha yang sungguh-sungguh, informasi yang memadai dan pemikiran yang jerni.

Dengan sengaja penulis menjadikan SUBANG GEMILANG sebagai nama blog ini. Tentu saja bukan tanpa makna, melainkan menyimpan harapan, blog ini akan menjadi wasilah atau sarana untuk mengawali perubahan mewujudkan Subang yang Gemilang. Dalam blog ini diharapkan dapat menyajikan informasi, inspirasi, ide kreatif, dan inovatif untuk kecemerlangan subang. Kepada sahabat, rekan, atau siapapun anda yang peduli kemajuan Subang, melalui blog ini saya mengundang partisipasi anda.

Selamat berpikir untuk Subang, cemerlanglah subangku, Jayalah negeriku, syurgalah kampung terakhirku.

Salam Kecemerlangan

Tarma