Selasa, 18 Januari 2011

Entrophy: Sebuah Penyakit Organisasi

Dulu, ketika penulis masih berstatus mahasiswa, dalam Mata Kuliah Pengembangan Organisasi, pernah mengkaji tentang penyakit-penyakit organisasi. Ternyata, dalam perspektif para ahli, sebut saja misalnya William A. Cohen (1993), seorang profesor dari California State University-Los Angeles pernah menyatakan bahwa organisasi tak ubahnya seperti makhluk hidup layaknya manusia, hewan atau tumbuhan, yakni memiliki penyakit. Jenis penyakitnya beragam, demikian pula kadarnya, ada yang ringan, sedang bahkan parah sehingga mengancam keselamatan ‘jiwa’ organisasi.
 Gejala awal penyakit ini ditandai dengan menurunnya loyalitas dan komitmen anggota terhadap organisasi. Selain itu, tingkat kohesivitas di antara organisasipun menurun, sehingga rentan terhadap perpecahan, tidak solid dan tidak adanya team work yang kuat. Gejala-gejala tersebut bila dibiarkan dalam waktu tertentu akan menimbulkan ketidakharmonisan organisasi, baik antara individu yang setara atau horizontal, vertical maupun diagonal.
Akhir dari ketidakharmonisan antar anggota, ketidakpuasan, distrust lama kelamaan akan membuat anggota organisai mulai menarik diri, dan mencoba melirik organisasi lain yang lebih mapan serta dipersepsi memenuhi harapannya. Alhasil, anggota organisasipun mundur teratur, satu demi satu meninggalkan organisasi tersebut. Peristiwa satu persatu anggota yang meninggalkan  organisasi layaknya helai demi helai daun yang ‘berguguran’ dari tangkai atau pohonnya. Istilah ‘berguguran’ inilah kemudian dikenal dalam bahasa ilmiah di bidang biologi sebagai ‘entropy’ yang diadopsi menjadi nama penyakit organisasi yakni entropy.
Bila kita cermati berbagai organisasi yang ada, baik organisasi profit maupun non-profit, baik di organisasi yang telah mapan maupun organisasi yang baru berdiri, penyakit ini banyak bermunculan. Mungkin di antara pembaca ada yang bertanya, bagaimana upaya agar organisasi tidak terjangkiti oleh penyakit ini? Atau bagaimana cara mengobati penyakit tersebut?
Sesungguhnya, secara treatment yang diberikan untuk pencegahan maupun pengobatan tidaklah berbeda jauh, hanya saja tahapannya yang berbeda. Seperti halnya mencegah penyakit pada tubuh manusia, upaya pencegahan munculnya penyakit ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sumber-sumber yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti closed communication atau one way communication, konflik organisasi, kepemimpinan yang otoriter, kurang peduli pada kebutuhan pegawai, tingkat kesejahteraan pegawai yang tidak memadai, serta tekanan eksternal organisasi yang sangat kuat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar